381 orang itu berbaris dengan (upaya) sikap sempurna, berseragam biru, dan pet senada, siang itu 18 Agustus 2003. Mereka akan dibina di Balai Pelatihan Guru (BPG), Neuheun, Aceh Besar, setelah sebuah prosesi dengan nama menyerah-diserah.
381 wajah yang berasal dari berbagai wilayah. Saya tak paham mengapa seragam biru yang dipilih waktu itu, mungkin biar berbeda dengan seragam lurik hijau (atau hitam) yang selama ini menemani mereka. Walaupun mencoba tegak beberapa terlihat menunduk. Saya tak melihat senyuman atau aura gembira.
3 orang diantaranya (kabarnya) perempuan, yang akan dilatih untuk mandiri lewat serangkaian ketrampilan perbengkelan, perkebunan, peternakan, perikanan, dan jahit menjahit. Saya tak paham, mengapa ini yang dijadikan metode transformasi ideologi (jika itu tujuan pembinaan). Mengapa bukannya model penataraan seperti masa lalu dengan P4 nya atau sekolah bernegara atau metode deradikalisasi jika menggunakan pendekatan hari ini. Saya tak paham apakah pengetahuan ketrampilan akan membuat para warga binaan melupakan doktrin yang telah diterimanya selama ini. Waktu itu tak banyak gugatan yang dapat disampaikan karena sebagai orang luar saya hanya bisa mengikuti tanpa pernah mampu mengerti.
Saya lupa, apakah proses interaksi antar warga binaan sebebas luaran atau dengan aturan dan batasan. Saya lupa, apakah mereka juga memperoleh kesempatan menyelesaikan pendidikan (karena beberapa diantara nya sedang bersekolah atau tidak memiliki tanda kelulusan pendidikan formal apapun). Tentu saja, warga binaan Neuhen tak dapat dibandingkan dengan warga Digoel dimasa lalu, dimana kabarnya di Digoel (seperti ditulis GM dalam Caping-nya, 18 Agustus 2014 lalu) para warga dapat mendiskusikan buku Ramsay MacDonald, Socialism: Critical and Constructive, dan karya Firmin Riz, L'energie americaine atau bahkan membentuk grup musik dan mempelajari bahasa asing sambil berusaha laundry dan barbershop.
Namun seperti yang berlaku dibanyak ruang dan waktu, pembinaan warga yang berbeda ideologi merupakan upaya penjinakan, kata GM. Seperti apapun masanya, penjinakan adalah sebuah proses karantina dan penahanan sistematis dalam meredam semangat, menggantikan ambisi global menjadi urusan remeh temeh dan domestik. Pembinaan dengan pengukungan selalu menjadi pilihan kuasa ketika gagal dalam mengelola perbedaan dengan cara humanis. Pengungkungan tak pernah dievaluasi, apakah memberikan dampak perubahan ideologi atau mampu mendorong para warga binaan mandiri dengan sejuta ketrampilan yang diajarkan. Pengungkungan hanya upaya pemilahan ketika ukuran operasi ingin diberi angka keberhasilan. Sulit untuk menerima nalar (hari ini) pengukungan adalah sebagai proses kesadaran untuk berpindah pemahaman.
5 bulan yang diselingi dengan beberapa cuti bertemu keluarga adalah waktu yang dianggap tepat untuk pengembangan keahlian agar ketika mereka kembali lebih mandiri dan berdikari. Uang 2,5 juta dan rencana pembinaan berkelanjutan dengan membentuk kelompok-kelompok ekonomi akan dijadikan strategi lanjutan nantinya. Gembira dan suka cita mewarnai prosesi pelepasan warga binaan di Januari 2004 itu. Tangisan haru dan sejuta rencana membungkah walaupun beberapa memilih untuk tidak kembali ke kampung halaman karena ketakutan dianggap sebagai pengkhianat selain kekhawatiran perlakuan yang berbeda akan menyulitkan interaksi mereka nantinya. Kewajiban melaporkan diri ke berbagai institusi membatasi ruang termasuk menunggu pengampunan menjadi alasan tambahan lainnya untuk selalu terposisikan sebagai (mantan) warga binaan. Pembinaan tak akan berhenti sepertinya karena akan ada pengawasan tindak tanduk dan gerak gerik mereka nantinya.
Saya hari ini, mencoba mencari tahu apakah mereka telah berdikari, apakah mereka bahkan kembali ke ideologi yang coba dikebiri, ataukah mereka menghilang karena tuduhan perbedaan dan pengkhianatan. Tak banyak catatan yang terhidang tentang kehidupan warga binaan Neuhen dihari-hari ketika damai dan semangat berbangsa dalam bingkai kesatuan kembali berkumandang sebaliknya Digoel terus diceritakan dalam berbagai epos sebagai sebuah anti tesis pembinaan yang tak mampu mengekang semangat untuk berdikari.
Digoel dan Neuhen memang berbeda.